Dugaan pelanggaran prosedur tahanan kembali mencuat setelah Tom Lembong tertangkap menggunakan iPad di ruang tahanan. Publik mendesak transparansi dan penegakan aturan.
[Jakarta, mediaindonesi.net ] — Publik dikejutkan dengan temuan mengejutkan dari ruang tahanan salah satu tokoh publik, Tom Lembong. Dalam sebuah pemeriksaan rutin, Lembong kedapatan memiliki dan menggunakan sebuah perangkat iPad di dalam selnya. Peristiwa ini langsung memicu sorotan luas, memunculkan pertanyaan soal keistimewaan tahanan dan lemahnya pengawasan di balik jeruji besi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, iPad tersebut ditemukan saat inspeksi mendadak yang dilakukan oleh petugas keamanan internal. Perangkat itu diduga digunakan untuk berkomunikasi secara terbatas dan mengakses informasi, meskipun hingga saat ini belum ada bukti pelanggaran digital seperti penyebaran informasi atau manipulasi data.
Pihak Berwenang Angkat Bicara
Kepala Lapas Kelas 1 Cipinang, tempat Tom Lembong ditahan, membenarkan temuan tersebut. “Benar, dalam pengecekan terakhir kami menemukan satu unit iPad di ruang tahanan saudara TL. Saat ini kami sedang melakukan penyelidikan internal guna mengetahui bagaimana perangkat itu bisa masuk,” ujarnya dalam konferensi pers pagi tadi.
Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, narapidana dan tahanan dilarang keras membawa perangkat elektronik ke dalam sel kecuali atas izin khusus untuk kepentingan kesehatan atau hukum. Jika terbukti ada kelalaian atau pelanggaran prosedur, pihak lapas dan petugas yang terlibat akan dikenakan sanksi tegas.
Spekulasi dan Reaksi Publik
Penemuan ini memicu spekulasi bahwa Lembong mendapat perlakuan istimewa. Warganet ramai menyuarakan keprihatinan dan kekecewaan mereka lewat media sosial. Tagar #iPadDiPenjara bahkan sempat trending di platform X (dulu Twitter), dengan ribuan cuitan yang menyoroti ketimpangan perlakuan hukum.
“Kalau rakyat biasa, jangankan iPad, pegang HP aja langsung disita. Ini kok bisa ada iPad? Ada apa dengan sistem kita?” tulis salah satu pengguna.
Permintaan Audit dan Evaluasi Sistem Tahanan
Pengamat hukum dan tata kelola pemerintahan, Dr. Rani Yustika, menilai kasus ini menjadi momentum penting untuk mengevaluasi sistem pengawasan di lembaga pemasyarakatan. “Transparansi dan kesetaraan di mata hukum adalah kunci. Jangan sampai fasilitas tahanan menjadi ruang eksklusif bagi segelintir orang,” jelasnya.
Hingga kini, pihak lapas masih menunggu hasil investigasi internal untuk menentukan langkah selanjutnya, termasuk kemungkinan pemindahan sel atau penambahan pengawasan terhadap Tom Lembong. Masyarakat berharap kasus ini tidak hanya berhenti sebagai sensasi media, tetapi menjadi pelajaran penting dalam menegakkan keadilan tanpa pandang bulu. (Bejo)