Sabtu, 17 Mei 2025

Gubernur Jatim Pilih Pendekatan Berbeda, Tolak Sistem Barak Militer untuk Anak Bermasalah

SURABAYA - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, mengambil sikap berbeda dalam penanganan anak-anak bermasalah di sekolah. Berbeda dengan kebijakan Gubernur Jawa Barat yang mengirim anak-anak bermasalah ke barak militer, Jawa Timur memilih pendekatan yang lebih humanis melalui program penguatan karakter. Dalam kunjungan kerjanya ke Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Surabaya, Jumat (16/5), Khofifah menegaskan penolakannya terhadap istilah "anak nakal" yang menurutnya dapat memberikan dampak psikologis negatif pada perkembangan anak. "Saya tidak setuju dengan pelabelan anak bermasalah sebagai 'anak nakal'. Ini bukan hanya soal istilah, tapi bagaimana kita memandang mereka sebagai individu yang sedang berkembang," ujar Khofifah.

Gubernur perempuan pertama di Jawa Timur ini menekankan bahwa provinsinya telah mengembangkan program Sekolah Penguatan Karakter yang berfokus pada pendekatan psikologis dan pendampingan intensif, bukan pendisiplinan model militer."Di Jawa Timur, kami memiliki pendekatan berbeda. Kami percaya bahwa anak-anak membutuhkan bimbingan, bukan hukuman. Mereka butuh didengar, bukan ditakuti," tambahnya. Pernyataan ini muncul setelah kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim 40 anak bermasalah ke barak militer di Purwakarta pada awal Mei 2025 menuai kontroversi. Kebijakan tersebut diklaim sebagai upaya pendisiplinan dan pembentukan karakter, namun mendapat kritik dari berbagai kalangan, termasuk aktivis hak anak dan pakar pendidikan.

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur, Dr. Wahyudi Santoso, menjelaskan bahwa provinsi ini telah mengembangkan program alternatif sejak 2023. "Program Sekolah Penguatan Karakter kami melibatkan psikolog, konselor, dan pendidik terlatih. Kami fokus pada akar masalah, bukan hanya gejala perilaku," jelasnya. Menurut data Dinas Pendidikan Jawa Timur, program ini telah menunjukkan hasil positif dengan penurunan 37% kasus kenakalan remaja di sekolah-sekolah yang menerapkannya. Sementara itu, pengamat pendidikan dari Universitas Airlangga, Dr. Ratna Megawangi, menilai pendekatan Jawa Timur lebih sesuai dengan prinsip perlindungan anak."Pendekatan militeristik mungkin terlihat tegas, tapi belum tentu efektif untuk jangka panjang. Anak-anak membutuhkan pendekatan yang membangun kesadaran internal, bukan kepatuhan karena takut," ujarnya.Meski menolak pendekatan barak militer, Khofifah menegaskan bahwa provinsinya tetap serius menangani masalah kenakalan remaja."Kami tidak menoleransi perilaku menyimpang, tapi kami yakin ada cara yang lebih efektif untuk mengatasinya tanpa harus mengirim mereka ke barak militer," pungkasnya.

Perbedaan pendekatan dua provinsi besar di Pulau Jawa ini menarik untuk diamati ke depannya, terutama dalam hal efektivitas masing-masing metode dalam menangani permasalahan perilaku remaja di sekolah.

Editor: Redaksi mediaindonesia.net (Bejo)