Selasa, 20 Mei 2025

Tuntutan Onslag Dikhawatirkan Menjadi Preseden Buruk, YLK Curigai Ada Intervensi

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Intan Kalsel, Fauzan Ramon. 

BANJARMASIN – Tuntutan bebas (onslag) dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menjerat pemilik usaha Mama Khas Banjar menuai kritik.


Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Intan Kalimantan Selatan, Fauzan Ramon menilai tuntutan terlepas dari pidana itu berpotensi mencederai penegakan hukum dan membuka celah impunitas atau pembebasan dari hukuman bagi pengusaha nakal di masa depan.


Pemilik usaha kuliner tersebut dijerat Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen karena memproduksi dan memperdagangkan produk yang diduga tidak sesuai standar, salah satunya dengan tidak mencantumkan label kedaluwarsa.


Namun dalam persidangan di Pengadilan Negeri Banjarbaru, jaksa justru mengajukan tuntutan onslag. Tuntutan ini tidak sejalan dengan hasil penyidikan Polda Kalsel. 


"Kalau pasal yang dikenakan sudah tepat dari kepolisian, kenapa jaksa mengubah arah tuntutan? Seharusnya kalau ingin mengubah dakwaan, dikembalikan dulu ke penyidik. Bukan diubah sepihak," ujar Fauzan Selasa (20/5).


Sidang kasus tersebut kian menghangat ketika Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman hadir dalam persidangan sebagai amicus curiae (sahabat pengadilan) dan menyatakan dukungan kepada terdakwa Firly Norachim.


Bahkan sang menteri sampai menangis di depan hakim dan meminta agar pelaku dibebaskan.


"Ini bentuk intervensi. Yang punya hak meminta bebas adalah terdakwa atau kuasa hukumnya, bukan menteri. Kalau jaksa menuntut bebas, dasarnya apa? Padahal unsur Pasal 8 dan 62 sudah terbukti," tambah Fauzan.


Menurutnya, tuntutan bebas ini bisa menjadi preseden buruk. Jika hakim memutuskan onslag pada sidang vonis nanti, maka akan menunjukkan lemahnya komitmen penegakan hukum perlindungan konsumen di Banua.


"Kalau ini dibiarkan, bagaimana nasib penegakan hukum ke depan? Pelaku usaha lain bisa merasa bebas berbuat curang. Ini bukan soal besar kecilnya usaha, tapi soal kepastian dan keadilan hukum," tegasnya.


Pihaknya juga mendorong Kejaksaan Tinggi Kalsel dan Kejaksaan Agung untuk mengevaluasi jaksa penuntut. Apakah ada tekanan atau intervensi, atau memang terjadi pergeseran arah penegakan hukum yang lebih "lunak".


"Publik kini menunggu, apakah hakim tetap berpijak pada fakta hukum atau ikut arus intervensi yang mulai tercium," pungkas Fauzan.